Resume Jaminan Sosial Nasional


RESUME PEMBERITAAN MEDIA MASSA
YANG TERKAIT SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
MINGGU KE – III OKTOBER 2011

 
Pemberitaan media massa Minggu, 16 Oktober 2011

Harian Pelita di hal. 8 yang berisikan “RUU BPJS Ditolak Serikat Pekerja”. Ditengah derasnya dukungan agar RUU BPJS disahkan menjadi undang-undang. Serikat Pekerja Nasional (SPN) justru menolak RUU yang masih dibahas di Pansus BPJS tersebut. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat SPN Bambang Wirahyoso mengklaim, draft RUU BPJS yang mengatur tentang peleburan BUMN Asuransi kedalam BPJS I dan II bertentangan dengan keinginan kaum buruh. RUU BPJS tidak pro kepentingan pekerja. Bambang mendesak DPD dan pemerintah mengevaluasi kembali penggabungan empat BPJS yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes dan PT Asabri. Kendati begitu, Bambang tidak menolak adanya jaminan sosial untuk rakyat fakir miskin Indonesia. Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga mendesak Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek direvisi. Dia mendukung empat BUMN asuransi yang dilebur dalam BPJS berjalan sesuai sembilan prinsip jaminan sosial sesuai UU nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN.
====###====

Pemberitaan media massa Senin, 17 Oktober 2011

Harian Pelita di hal. 10 yang berisikan “Awal 2012 Berobat Gratis bagi Warga Miskin”. DPRD Kota Tangerang sedang menggodok Perda tentang retribusi pendaftaran berobat di Puskesmas bagi warga miskin akan dihapus. Pemkot Tangerang memberikan subsidi sebesar Rp3,5 miliar. Rencana penghapusan retribusi masih belum rampung, rencananya akan terwujud awal tahun 2012, semua biaya berobat untuk warga miskin ditanggung Pemkot Tangerang. Ungkap M. Sjaifuddin, anggota DPRD Kota Tangerang.

Harian Pelita di hal. 4 yang berisikan “RUU BPJS Macet? Oleh Sulastomo”. Alotnya pembahasan RUU BPJS disebabkan perbedaan pemahaman yang sangat lebar. Bagi kalangan pekerja (misalnya), bagaimana mereka menolak SJSN, ketika SJSN hendak melengkapi jaminan sosial yang akan mereka peroleh? Kalau yang menolak kalangan pengusaha, mungkin bisa dipahami, disebabkan kekhawatiran beban tambahan yang harus mereka bayar bagi pekerjanya. Kekhawatiran kalangan pengusaha pun, sebenarnya juga tidak beralasan, mengingat apa yang akan diberlakukan adalah bagi kesejahteraan pekerjanya, sehingga produktivitas kerjanya meningkat. Hal ini kalau kita bisa menganggap, bahwa tenaga kerja adalah aset utama perusahaan, sehingga kewajiban membayar iuran bagi jaminan sosial pekerjanya adalah sebuah kewajaran belaka. Bagi kalangan penyelenggara negara juga ada kekhawatiran, seolah-olah SJSN akan memberatkan keuangan negara. Padahal, untuk jangka panjang, justru akan sangat meringankan APBN dan juga memberi dampak positif bagi perekonomian negara. Sebab, setiap program jaminan sosial adalah juga suatu mekanisme mobilisasi dana masyarakat yang sangat besar, sehingga mampu membentuk tabungan nasional yang cukup bermakna. Selain itu juga ada kekhawatiran, seolah-olah semua program jaminan sosial yang dijanjikan itu akan harus terpenuhi sekaligus begitu UU BPJS disahkan. Padahal sebagaimana implementasi program jaminan sosial di banyak negara, selalu dilaksanakan secara bertahap. Karena itu diperlukan sebuah skenario makro, yang ditetapkan berdasar peraturan pemerintah, pentahapan pelaksanaan SJSN, sehingga suatu saat, seluruh rakyat bisa menikmati seluruh program jaminan sosial. Waktunya, mungkin 15 sampai 20 tahun mendatang. Kalau semua itu berjalan sesuai harapan, bagi rakyat, selain akan meningkat kesejahteraannya, juga dapat menumbuhkan keadilan sosial.

Harian Kontan di hal. 20 yang berisikan “Pansus BPJS Ajukan Perpanjangan Waktu Pembahasan”. Pansus RUU BPJS DPR sedang mempertimbangkan permintaan perpanjangan waktu pembahasan RUU BPJS. Sebab, ada kemungkinan pemerintah terus menunda pembahasan RUU BPJS dengan dalih ada proses pergantian kabinet. Saat ini, pembahasan RUU BPJS sudah memasuki empat kali masa sidang. Hingga 28 Oktober 2011, RUU ini belum juga disahkan maka pembahasan BPJS diupayakan kembali dibahas pada masa sidang kelima mulai 14 Nopember 2011. Rieke menjelaskan sebenarnya pembahasan RUU hanya boleh mengalami perpanjangan satu kali masa sidang tambahan saja. Artinya hanya dua kali masa sidang plus satu masa sidang tambahan. Namun ada pengecualian untuk RUU yang krusial dan dibutuhkan masyarakat. Rieke menyebutkan, sebenarnya materi substansi yang belum dibahas dan masih tersisa di RUU BPJS ini tak lebih dari 10 pasal. Jika pemerintah serius sejatinya bisa tuntas sebelum akhir masa sidang 28 Oktober 2011.

Harian Rakyat Merdeka di hal. 6 yang berisikan “Buruh Kecewa Urusan Reshuffle Ganggu BPJS”. Aktivis Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Said Iqbal kecewa rapat pembahasan RUU BPJS batal digelar, Kamis (14/10). Menurutnya, hal ini bisa menghambat target pengesahan RUU BPJS yang dijanjikan DPR akan rampung 21 Oktober ini. Dia menyesalkan, pembatalan RUU BPJS disebabkan pengaruh gonjang-ganjing reshuffle kabinet. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Karena urusan perombakan kabinet dengan pembahasan RUU BPJS tidak ada kaitannya sama sekali. Urusan perombakan kabinet urusan Presiden, bukan menteri, ujarnya. Said menangkap kesan pemerintah memang tidak serius selesaikan RUU BPJS. Selain pembatalan rapat, indikasi bisa dilihat dari sikap pemerintah mengobrak-abrik draft RUU BPJS yang telah disepakati.

Harian Rakyat Merdeka di hal. 8 yang berisikan “Duh, 10 Hari Lagi RUU BPJS Expired”. Kalangan Pansus RUU BPJS pesimistis RUU BPJS bisa rampung pada 28 Oktober 2011. Di tempat terpisah, Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Indra Munaswar mendesak pimpinan DPR menghadirkan SBY untuk menjelaskan sikapnya mengenai RUU BPJS. Namun bila kehadiran secara fisik tidak bisa, cukup dilakukan teleconference. Indra juga menyampaikan rencananya untuk menggelar sejumlah aksi dalam jumlah besar. Dia bilang, aksi akan digelar di sejumlah daerah secara maraton dengan jumlah massa yang banyak. “Puncaknya aksi akan kami lakukan di Jakarta 28 Oktober mendatang. Kami akan all out. Kami akan tutup sepuluh kawasan di Bekasi. Minimal tiga kawasan kalau tidak bisa keseluruhan,” tandasnya.
====###====

Pemberitaan media massa Selasa, 18 Oktober 2011

Harian Pelita di hal. 1 yang berisikan “Massa Ancam ‘Geruduk’ Cikeas – Kecil Kemungkinan RUU BPJS Selesai 28 Oktober”. Ketidakseriusan pemerintah dalam membahas RUU BPJS menyebabkan Pansus RUU BPJS DPR berniat mengajukan kembali perpanjangan waktu pembahasan untuk ketiga kalinya. Meski optimis pembahasan akan selesai sampai batas akhir 28 Oktober nanti, Pansus RUU BPJS DPR membutuhkan satu kali masa sidang untuk menguji publik semua materi substansial di RUU itu, ujar Pimpinan Pansus RUU BPJS DPR Surya Chandra Surapaty. Sementara itu, ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, kemarin, menuntut segera disahkannya RUU BPJS. Dalam keterangannya, Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Indra Munaswar mengancam akan mendatangi kediaman SBY di Cikeas pada 20 Oktober 2011 mendatang karena kecewa atas sikap pemerintah yang terus mengulur-ulur waktu dalam pembahasan dan penyelesaian RUU BPJS itu menjadi UU. Lebih jauh Indra menjelaskan, pihaknya melihat kondisi saat ini, sangat sulit RUU BPJS dapat diselesaikan dalam masa persidangan DPR yang akan segera berakhir 28 Oktober pekan depan. Maka dari itu pihaknya mendesak DPR untuk segera memanggil Presiden jika memang perlu untuk menuntaskan penyelesaian pembahasan RUU BPJS itu.

Harian Kontan di hal. 11 yang berisikan “Pengesahan RUU BPJS Pasti Molor”. Pembahasan RUU BPJS kemungkinan besar tidak akan selesai pada masa sidang kali ini. Alhasil, RUU ini kembali terancam gagal disahkan pada periode sidang keempat yang berakhir 28 Oktober 2011. Menyikapi molornya pembahasan RUU ini, pimpinan DPR dan Pansus RUU BPJS DPR kemarin menggelar rapat khusus. Mereka sepakat menyelesaikan pembahasan RUU paling lambat 28 Oktober 2011. Dengan begitu, tidak diperlukan lagi pembahasan RUU BPJS setelah reses pada 17 Nopember mendatang. Sementara masa reses akan digunakan untuk melakukan uji publik. “jadi hanya uji publik dan nantinya akan disahkan pada paripurna masa sidang depan, kata Anggota Pansus RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka.
====###====

Pemberitaan media massa Kamis, 20 Oktober 2011

Harian Kompas di hal. 6 yang berisikan “Buruh dan Jaminan  Sosial oleh Hasbullah Thabrany”. Dua minggu lagi, RUU BPJS akan diundangkan. Banyak buruh berdemo menolak undang-undang itu. Jum’at, 14 Oktober, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan sebagian serikat buruh menyuarakan penolakan itu. Mereka menolak UU SJSN dan RUU BPJS dengan klaim “menyengsarakan semua pihak”. Dalam berbagai interaksi dengan buruh atau serikat buruh, tampak bahwa banyak pengurus tidak paham isi UU tersebut. Kalau tidak semua paham tetapi ikut-ikutan menolak, timbul pertanyaan  “siapa penggeraknya”. Seharusnya, pekerja atau pengusaha mengkaji pasal mana yang tak menjanjikan perbaikan lalu mengusulkan kalimat pasal-pasal yang mereka inginkan, bukan menolak UU SJSN dan RUU BPJS keseluruhan. Terlalu jelas bahwa ada kekuatan dibalik gerakan penolakan RUU BPJS.
====###====

Pemberitaan media massa Sabtu, 22 Oktober 2011

Harian Pelita di hal. 1 yang berisikan “Belum Ada Kesepakatan RUU BPJS Disahkan Pekan Depan”. Wakil Ketua Pansus RUU BPJS Surya Chandra Surapaty menjelaskan, belum ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah bahwa pada 28 Oktober nanti RUU itu bisa disahkan menjadi UU. “Kalau tidak ada kesepakatan kita minta perpanjang waktu, untuk sosialisasi dan uji publik terkait RUU itu”, ujarnya. Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menjelaskan, tiga poin krusial yang belum ada kesepakatan adalah mengenai transformasi dari BPJS I ke BPJS II. Kemudian masalah dewan direksi dan dewan pengawas serta berapa modal yang dibutuhkan BPJS tersebut.
====###====

Posting Komentar

0 Komentar