Keringat Buruh. Kalangan serikat pekerja/serikat buruh menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, karena daya beli dan upah riil akan semakin turun yang akan menambah beban bagi buruh, dan kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) hanya untuk bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan pemeirntah merupakan proses pembodohan rakyat.
Timboel Siregar, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), mengingatkan daya beli masyarakat termasuk para pekerja/buruh akan tergerus akibat inflasi yang disebabkan kenaikan harga BBM.
“Rencana kenaikan BBM membuktikan bahwa pemerintah tidak mau bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan dan mengefisiensikan pengeluaran di APBN,” ujarnya.
Seharusnya, dia menambahkan pemerintah dapat meningkatkan tax ratio menjadi 14% dari PDB, artinya pajak dapat mencapai Rp1,04 triliun dan berjuang keras menaikkan royalti, serta pajak di perusahaan tambang.
Dari sisi pengeluaran, lanjutnya, pemerintah masih dapat menghemat beberapa pos anggaran, seperti mengurangi belanja pemerintah.
“Selain itu, pemerintah dapat melakukan optimalisasi dalam pengolahan sumber energi seperti batubara dan gas untuk membiayai pembangunan,” jelasnya.
Timboel menuturkan asumsi inflasi antara 6%-7% dengan kenaikan BBM cenderung akan lebih tinggi lagi, karena kenaikan BBM itu akan berdampak pada biaya lain seperti TDL [tarif daftar listrik], pangan, dan juga transportasi.
Dia mencontohkan kenaikan BBM pada 2008 menyebabkan inflasi sekitar 11,01%, yang artinya akan menggerus daya beli masyarakat, termasuk daya beli pekerja/buruh.
“Pemerintah beralasan menaikkan BBM adalah untuk menjaga defisit anggaran yang di APBN 2012 sudah dipatok sebesar 1,5% PDB, atau sekitar Rp124 triliun,” ungkapnya.
Dengan harga minyak di pasar dunia sebesar US$115/barel maka defisit akan mencapai sekitar 2,2% PDB.
Timboel menilai ada dua skenario pemerintah, yaitu menaikkan BBM sebesar Rp1.000/liter dengan perkiraan akan menghemat sekitar Rp35 triliun dari anggaran Rp165 triliun.
“Atau naik Rp1.500/liter yang akan menghemat Rp57 triliun. Jadi, dengan sebesar itu maka asumsi inflasi menjadi sekitar 6% sampai dengan 7%,” tukasnya.
Timboel Siregar, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), mengingatkan daya beli masyarakat termasuk para pekerja/buruh akan tergerus akibat inflasi yang disebabkan kenaikan harga BBM.
“Rencana kenaikan BBM membuktikan bahwa pemerintah tidak mau bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan dan mengefisiensikan pengeluaran di APBN,” ujarnya.
Seharusnya, dia menambahkan pemerintah dapat meningkatkan tax ratio menjadi 14% dari PDB, artinya pajak dapat mencapai Rp1,04 triliun dan berjuang keras menaikkan royalti, serta pajak di perusahaan tambang.
Dari sisi pengeluaran, lanjutnya, pemerintah masih dapat menghemat beberapa pos anggaran, seperti mengurangi belanja pemerintah.
“Selain itu, pemerintah dapat melakukan optimalisasi dalam pengolahan sumber energi seperti batubara dan gas untuk membiayai pembangunan,” jelasnya.
Timboel menuturkan asumsi inflasi antara 6%-7% dengan kenaikan BBM cenderung akan lebih tinggi lagi, karena kenaikan BBM itu akan berdampak pada biaya lain seperti TDL [tarif daftar listrik], pangan, dan juga transportasi.
Dia mencontohkan kenaikan BBM pada 2008 menyebabkan inflasi sekitar 11,01%, yang artinya akan menggerus daya beli masyarakat, termasuk daya beli pekerja/buruh.
“Pemerintah beralasan menaikkan BBM adalah untuk menjaga defisit anggaran yang di APBN 2012 sudah dipatok sebesar 1,5% PDB, atau sekitar Rp124 triliun,” ungkapnya.
Dengan harga minyak di pasar dunia sebesar US$115/barel maka defisit akan mencapai sekitar 2,2% PDB.
Timboel menilai ada dua skenario pemerintah, yaitu menaikkan BBM sebesar Rp1.000/liter dengan perkiraan akan menghemat sekitar Rp35 triliun dari anggaran Rp165 triliun.
“Atau naik Rp1.500/liter yang akan menghemat Rp57 triliun. Jadi, dengan sebesar itu maka asumsi inflasi menjadi sekitar 6% sampai dengan 7%,” tukasnya.
0 Komentar