Tunjangan Hari Raya (THR)

Keringat Buruh, Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
Yang dimaksud Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.

PER.04/MEN/1994 download disini.

Berdasarkan PER.04/MEN/1994 ,setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, entah itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan,  sesuai dengan yang tertera di PER.04/MEN/1994 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.
Selanjutnya besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 PER.04/MEN/1994 ditetapkan sebagai berikut:

  • Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1(satu) bulan upah.
  • Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secra proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1(satu) bulan upah .
Yang dimaksud upah disini adalah gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap sesuai dengan PER.04/MEN/1994 pasal 3 ayat 2.

Apabila perusahaan memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kesepakatan kerja yang memuat ketentuan jumlah THR lebih dari ketentuan PER.04/MEN/1994 tersebut, maka jumlah yang lebih tinggi yang berlaku.
Jadi, terkadang ada perusahaan yang memberikan THR sebesar 2 bulan gaji/ 3 bulan gaji dilihat dari masa kerja karyawan tersebut.   Peraturan Menteri tidak mengatur mengenai hal tersebut, ketentuan itu diatur oleh masing-masing perusahaan lewat memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur oleh peraturan tersebut, maka yang berlaku adalah ketentuan PER.04/MEN/1994

Menurut PER.04/MEN/1994 pasal 5, THR juga bisa diberikan dalam bentuk selain uang dengan syarat sebagai berikut:

  • Harus ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha terlebih dahulu, nilai yang diberikan dalam bentuk non-tunai maksimal 25% dari seluruh nilai THR yang berhak diterima karyawan, dan Barang tersebut selain minuman keras, obat-obatan, dan bahan obat, serta diberikan bersamaan pembayaran THR.


Kapan THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum lebaran (H-7) hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Namun apabila ada kesepakatan antara pengusaha dan karyawan untuk menentukan hari lain pembayaran THR, hal itu dibolehkan.

Apabila dipecat (PHK) sebelum hari Raya bisa mendapat THR, berdasarkan PER.04/MEN/1994 pasal 6 :

  • Bagi seorang karyawan tetap (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan terputus hubungan kerjanya PHK terhitung sejak waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka ia tetap berhak THR. Maksudnya, jika hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja yang bersangkutan tetap berhak atas THR (secara normatif). Namun sebaliknya,  jika hubungan kerjanya berakhir lebih lama dari 30 hari, maka hak atas THR dimaksud gugur.
  • Sedangkan bagi karyawan kontrak (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), walau kontrak hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, tetap tidak berhak THR. Artinya, bagi karyawan kontrak, tidak ada toleransi ketentuan mengenai batasan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksud. Jadi bagi pekerja/buruh melalui PKWT, -hanya- berhak atas THR harus benar-benar masih bekerja dalam hubungan kerja –sekurang-kurangnya- sampai dengan pada “hari H” suatu Hari Raya Keagamaan -sesuai agama yang dianut- pekerja/buruh yang bersangkutan
Kemudian jika pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Hukuman pidana kurungan maupun denda.


Sumber :
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan

Posting Komentar

0 Komentar