Kebaikan VS Kejahatan Pro & Kontra BPJS

Keringat Buruh. Rakyat ingin sejahtera, Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan, kurang pakaian, menciptakan dunia yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia marilah kita terima prinsip hal “sociale rechtvaardigheid”, prinsip keadilan sosial.


Pro dan kontra Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terus bergulir, khususnya tentang bagaimana bentuk dan peranannya. Lahirnya RUU BPJS sudah pasti tidak terlepas dari Undang-Undang induknya; yaitu UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) adalah perintah konstitusi. UUD 1945 mengharuskan adanya jaminan sosial untuk seluruh rakyat, bukan hanya untuk pegawai negeri.
UUD 1945 pasal 34 ayat 2 mengamatkan:

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Tidak ada keadilan sosial tanpa jaminan sosial dan tidak ada jaminan sosial tanpa badan penyelenggaran jaminan sosial. Menjalankan UU SJSN memerlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Oleh karenanya, UU SJSN dan Mahkamah Konstitusi memerintahkan empat BUMN (ASABRI, ASKES, Jamsostek, dan Taspen) menyesuaikan diri dengan UU SJNS paling lambat 19 Oktober 2009.

Status hukum PT Taspen, PT Asabri, PT Askes, dan PT Jamsostek pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005 dalam posisi transisi. Dalam posisi transisi karena Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU No 40 Tahun 2004 yang menyatakan ke-4 (empay) Persero tersebut sebagai BPJS menurut UU No. 40 Tahun 2004 dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Namun demikian, pemeritahan SBY tidak menjalankan UU SJSN dan Mahkamah Konsitusi. Oleh karena SBY tidak menjalankan UU SJSN, maka Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menggugat pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

PN Jakarta Pusat atas perkara Nomor 278/PDT.G/2010/PN.JKT.PST memutuskan bahwa tergugat (pemerintah: presiden, wakil presiden, ketua DPR, dan delapan menteri terkait) telah lalai tidak menjalankan UU SJSN. PN Jakarta Pusat juga menghukum pihak pemerintah untuk segera mengundangkan segera UU BPJS dengan cara menyesuaikan badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dengan UU SJSN.

Seperti halnya ada kebaikan dan kejahatan, seperti halnya ada Pandawa dan Kurawa, sudah pasti pula ada pro dan kontra. Dalam hal jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan badan penyelenggara jaminan sosial, sudah pasti pula ada pro dan kontra. Ada yang mendukung jaminan sosial dan badan penyelenggara jaminan sosial, ada pula yang menolaknya.

Tidak ada bebas nilai, tidak ada tidak memihak, tidak ada kata netral dalam jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, saya putra ideologis Soekarno, klan Pandawa, pro, mendukung jaminan sosial dan badan penyelenggara jaminan sosial.

Sebagai pendidikan politik, sebagai upaya menyebarkan kebaikan dan menghancurkan kejahatan, maka perlu untuk membahas pro (kebaikan) dan kontra (kejahatan) tentang Jaminan Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pertama, kita lihat dulu suara-suara sumbang dari kelompok yang kontra Jaminan Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, kita lihat alasan-alasan dari persaudaran Kurawa penganjur kejahatan. Mereka berkata; bahwa UU SJSN tidak prorakyat, mengalihkan tanggung jawab negara ke rakyat, BPJS akan mengambil dan menginvestasi uang peserta untuk asing, SJSN konsep neoliberalisme, SJSN disponsori asing (Germania), transformasi BPJS tidak legal dan mengancam keuangan negara.

Bahkan Nyonya Besar yang Terhormat Mantan Menkes, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Siti Fadilah Supari akan membuat gerakan anti Badan Penyelenggar Jaminan Sosial. Selain itu, Bapak yang Terhormat, Tuan yang Berpendidikan Tinggi, tuan Sri-Edi Swasono Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia berkata bahwa UU No 40/2004 tentang SJSN merupakan kecelakaan konstitusional, artinya bertentangan dengan UU SJSN. Tuan Sri-Edi Swasono yang berpendidikan tinggi mengatakan bahwa dengan UU SJSN, hak sosial rakyat menjadi komoditas dagang, dan hal ini merupakan gerakan ideologis penyebaran neoliberalisme yang berseberangan dengan UUD 1945. Eksesnya adalah perusahaan multinasional.

Oh ya? Benarkah itu semua? Benarkah nyanyian sumbang kelompok kontra Jaminan Sosial dan BPJS? Benarkan alasan-alasan persaudaraan Kurawa itu??

Itu salah! Itu tidak benar!!

Awaslah Awas!! Awas Bangsa Indonesia! Awas Ksatriya Pandawa jangan sampai jadi korban kelicikan Persaudaraan Kurawa!!

Yang benar adalah;

Undang-Undang Jaminan Sosial sejalan dengan tujuan pendirian Republik Indonesia dan Pembukaan UUD 1945 untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Sistem ini adalah saran perlindungan dasar bagi rakyat Indonesia terhadap berbagai resiko dari lahir sampai mati, tanpa membedakan status sosial ekonomi. Setiap warga negara akan terjamin kesehatan, perawatan saat kecelakaan kerja, pensiun, atapun hari tuanya seumur hidup. Selain melindungi rakyat Indonesia, SJSN merupakan sarana penyangga perekonomian nasional karena mengumpulkan dana rakyat. Orang yang mampu wajib membayar iuran setiap bulan. Orang yang miskin iuran dibayarkan oleh pemerintah sesuai pasal 17 UU SJSN ayat (4).

Kemudian Pasal 17 ayat (5) UU SJSN menyebutkan bahwa bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pada tahap pertama dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Artinya, pemerintah membayarkan iuaran fakir dan miskin, dan oran tidak mampu untuk jaminian kesehatan terlebih dahulu, lalu kemudian secara bertahap membayar iuaran untuk program jaminan sosial yang lain seperti hari tua, pensiun, kecelekaan kerja, dan kematian.

Oleh karena itu, pernyataan (Kompas 19/7/2011) Tuan Terdidik Sri-Edi Swasono adalah sangat keliru. Tuan Guru Besar Ekonomi UI itu mengatakan bahwa fakir miskin dan orang tidak mampu hanya mendapat bantuan iuaran pada tahap pertama saja dan tahap selanjutnya membayar sendiri. Itu salah! Sepanjang dia tidak mampu, iuran akan dibayarkan pemerintah.

Kalangan yang mampu diwajibkan membayar iuran karena APBN belum mampu menanggung jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia., apalagi pembayar pajak hanya 10 persen. Model pembiayaan ini juga tidak bertentangan dengan falsafah kegotongroyongan dan solidaritas sosial sesuai sila kelima Pancasila: Yang kaya membantu yang miskin, yang sehat membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua.

Hidup Indonesia Raya
Hidup Buruh......

Dikutip dari : http://politik.kompasiana.com/2011/07/20/%E2%80%9Ckebaikan-vs-kejahatan-pro-kontra-bpjs%E2%80%9D-1/

Posting Komentar

0 Komentar